Selasa, 04 Desember 2018

Manusia Ibarat Tambang Emas dan Perak 2

Manusia Ibarat Tambang Emas dan Perak 2



ADA baiknya saya mengingatkan di sini --ketika kita  berbicara
tentang  prioritas  pengetahuan  atas  amal perbuatan-- kepada
sesuatu yang penting, yang juga termasuk di dalam perbincangan
kita  mengenai  fiqh prioritas. Yaitu prioritas pemahaman atas
penguasaan yang sekadar hafalan. Ilmu yang hakiki  ialah  ilmu
yang betul-betul kita fahami dan kita cerna dalam otak kita.

Itulah  yang sebenarnya diinginkan oleh Islam dari kita; yaitu
pemahaman terhadap ajaran agama,  dan  bukan  sekadar  belajar
agama; sebagaimana dijelaskan di dalam firman Allah SWT:

   "Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mu'min itu pergi
   semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari
   tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk
   memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk
   memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah
   kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga
   dirinya." (at-Taubah: 122)

Dalam sebuah hadits yang shahih disebutkan,

   "Barangsiapa dihendaki Allah mendapatkan kebaikan, maka
   Dia akan memberinya pemahaman tentang agamanya."15

Fiqh merupakan sesuatu yang lebih  dalam  dan  lebih  spesifik
dibandingkan  dengan  ilmu  pengetahuan. Sesungguhnya fiqh itu
mencakup pemahaman, dan juga  pemahaman  yang  mendalam.  Oleh
karena  itu, Allah SWT menafikannya dari orang-orang kafir dan
orang-orang  munafik,  ketika  Dia  memberikan  sifat   kepada
mereka:

   "...  disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak
   mengerti." (al-Anfal 65)

Dalam hadits Abu Hurairah r.a. yang diriwayatkan  oleh  Muslim
dikatakan,

   "Manusia itu bagaikan barang tambang, seperti layaknya
   tambang emas dan perak. Orang yang baik pada zaman
   jahiliyah adalah orang yang baik pada zaman Islam
   apabila mereka memiliki pemahaman yang baik."

Dalam hadis Abu Musa yang dimuat di dalam Shahihain dikatakan,

   "Perumpamaan Allah mengutusku dengan petunjuk dan ilmu
   pengetahuan adalah seperti hujan lebat yang menyirami 2
   tanah. Di antara tanah itu ada yang gembur yang bisa
   menerima air, kemudian menumbahkan rerumputan yang
   lebat. Kemudian ada pula tanah cadas yang dapat
   menghimpun air sehingga airnya dapat dimanfantkan oleh
   manusia. Mereka minum, memberi minum kepada binatang
   ternak, dan bercocok tanam dengannya. Tetapi ada juga
   tanah yang sangat cadas dan tidak dapat menerima air,
   tidak dapat menumbuhkan tanaman. Begitulah perumpamaan
   orang yang memahami ajaran agama Allah dan memanfaatkan
   ajaran yang aku diutus untuk menyampaikannya. Dia
   memahami kemudian mengajarkannya. Dan begitulah orang
   yang tidak mau mengangkat kepalanya dan tidak mau
   menerima petunjuk Allah yang aku diutus untuk
   menyampaikannya.'16

Hadits ini mengumpamakan apa yang  dibawa  oleh  Nabi,  berupa
petunjuk   dan   ilmu  pengetahuan,  laksana  air  hujan  yang
menghidupkan  tanah  yang  mati,  bagaikan  ilmu  agama   yang
menghidupkan  hati yang telah mati. Orang yang menerima ajaran
agama itupun bermacam-macam, seperti beraneka  ragamnya  tanah
yang  menerima  air  hujan. Tingkatan orang yang paling tinggi
ialah orang yang memahami ilmu  pengetahuan,  memanfaatkannya,
kemudian  mengajarkannya.  Ia  bagaikan  tanah  yang subur dan
bersih, yang airnya dapat diminum, serta menumbuhkan  berbagai
macam  tanaman  di  atasnya. Tingkatan yang berada di bawahnya
ialah orang yang mempunyai hati yang dapat  menyimpan,  tetapi
dia tidak mempunyai pemahaman yang baik dan mendalam pada akal
pikiran mereka, sehingga dia dapat  membuat  kesimpulan  hukum
yang  dapat  dimanfaatkan  oleh  orang  lain...  Mereka adalah
orang-orang  yang  hafal,  dan  bila  ada  orang  yang  datang
memerlukan  ilmu  pengetahuan yang dimilikinya, maka dia dapat
memberikan manfaat hafalan itu kepadanya. Orang-orang  seperti
inilah   yang  dapat  dimanfaatkan  ilmu  pengetahuan  mereka.
Kelompok orang seperti ini  diumpamakan  seperti  tanah  cadas
yang  mampu  menampung air, sehingga datang orang yang meminum
airnya, atau memberi minum  kepada  binatang  ternaknya,  atau
menyirami  tanaman  mereka.  Itulah  yang  diisyaratkan  dalam
sebuah hadits yang sangat terkenal:

   "Semoga Allah memberi kebaikan kepada orang yang
   mendengarkan perkataanku kemudian dia menghafalnya,
   lalu menyampaikannya sebagaimana yang dia dengarkan.
   Bisa jadi orang yang membawa fiqh bukanlah seorang
   faqih, dan bisa jadi orang yang membawa fiqh ini
   membawanya kepada orang yang lebih faqih daripada
   dirinya."17

Sedangkan  kelompok  ketiga  ialah  orang-orang   yang   tidak
memiliki  pemahaman dan juga tidak ahli menghafal, tidak punya
ilmu dan tidak punya amal. Mereka bagaikan  tanah  cadas  yang
tidak  dapat  menampung  air dan tidak dapat dimanfaatkan oleh
orang lain.18

Hadits tersebut menunjukkan bahwa manusia yang  paling  tinggi
derajatnya  di sisi Allah dan rasul-Nya ialah orang-orang yang
memahami dan mengerti, disusul dengan  orang  yang  menghafal.
Disitulah  letak  kelebihan  orang  yang faham atas orang yang
menghafal; dan letak kelebihan fuqaha atas para huffazh. Dalam
qurun  yang  terbaik bagi manusia --yaitu tiga abad pertama di
dalam Islam-- kedudukan dan kepeloporan berada di tangan  para
faqih,  sedangkan  pada  masa-masa  kemunduran,  kedudukan dan
kepeloporan itu ada para hafizh.

Saya tidak hendak mengatakan bahwa hafalan sama  sekali  tidak
mempunyai  arti  dan  nilai,  serta ingatan yang dimiliki oleh
manusia itu tidak ada gunanya. Tidak, ini  tidak  benar.  Saya
hanya ingin mengatakan: "Sesungguhnya hafalan hanyalah sebagai
gudang data dan ilmu pengetahuan; untuk kemudian dimanfaatkan.
Menghafal bukanlah tujuan itu sendiri, tetapi ia adalah sarana
untuk mencapai yang lainnya. Kesalahan yang  banyak  dilakukan
oleh kaum Muslimin ialah perhatian mereka kepada hafalan lebih
tinggi daripada pemahaman, dan memberikan  hak  dan  kemampuan
yang lebih besar kepadanya.

Oleh  karena  itu,  kita  menemukan  penghormatan  yang sangat
berlebihan diberikan kepada para  penghafal  al-Qur'an,  tanpa
mengurangi  rasa  hormat saya kepada mereka. Sehingga berbagai
perlombaan untuk itu seringkali dilakukan di berbagai  negara,
yang  menjanjikan  hadiah  yang  sangat besar nilainya; hingga
mencapai puluhan ribu dolar untuk seorang pemenang. Ini  perlu
kita hargai dan kita syukuri.

Akan  tetapi,  sangat  disayangkan  hadiah  seperti  itu, atau
setengahnya,  bahkan  seperempatnya,  tidak  diberikan  kepada
orang-orang yang mencapai prestasi gemilang di dalam ilmu-ilmu
syariah yang lainnya; seperti ilmu tafsir, ilmu hadits,  fiqh,
usul  fiqh,  aqidah, dan da'wah; padahal keperluan umat kepada
orang-orang seperti ini lebih banyak, di samping  itu  manfaat
yang diperoleh dari mereka juga lebih besar.

Di   antara   persoalan  yang  sangat  memalukan  dalam  dunia
pendidikan  di  negara  kita  ialah   bahwa   pendidikan   itu
kebanyakan  didasarkan  kepada  hafalan  dan "kebisuan", serta
tidak didasarkan kepada pemahaman dan pencernaan. Oleh  karena
itu,  kebanyakan  pelajar  lupa  apa  yang telah dipelajarinya
setelah dia menempuh ujian. Kalau  apa  yang  mereka  pelajari
didasarkan  atas pemahaman dan contoh yang nyata, maka hal itu
akan masuk ke dalam otak mereka, dan tidak mudah  hilang  dari
ingatan.

Catatan Kaki:

15 Muttafaq Alaih, dari Mu'awiyah. al-Lu'lu' wa al-Marjan
   (615)
 
16 Muttafaq 'Alaih, dari Mu'awiyah, al-Lu'lu' wal-Marjan
   (1471)
 
17 Hadits ini diriwayatkan dalam beberapa redaksi yang berbeda
   dari Zaid bin Tsabit, Ibn Mas'ud dan lain-lain. Sebagaimana
   disebutkan di dalam Shahih al-Jami'as-Shaghir (6763-6766)
 
18 Lihatlah penjelasan hadits ini di dalam at-Fath, 1 :177;
   Nawawi meriwayatkannya dari Muslim, yang kemudian dikutip oleh
   pengarang al-Lu'lu' wa al-Marjan. h. 601

Macam-macam Manusia

Macam-macam Manusia




Allah Swt. menyerupakan beberapa macam manusia dengan binatang ternak. Dia berfirman: “Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat. ” (al-As raf: 179)

Dia berfirman:

“Seperti anjing, jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga).” (al-A’raf: 176) Dia berfirman: “Seperti keledai yang membawa kitab-kitab tebai. ” (al-Jum’ah: 5).

Allah swt. juga menyerupakan beberapa orang lainnya dengan kayu. Dia berfirman, “Mereka adalah seakan-akan kayu yang tersandar. Mereka mengira bahwa tiap-tiap teriakan yang keras ditujukan kepada mereka. Mereka itulah musuh (yang sebenarnya). maka waspadalah terhadap mereka, semoga Allah membinasakan mereka. Bagaimanakah sampai mereka dipalingkan (dari kebenaran)? (al-Munafiqun: 4).

Sedangkan Rasulullah saw. Menyerupakan beberapa orang dengan tambang. Beliau bersabda :

“Manusia itu seperti barang tambang, seperti emas dan perak. Yang terbaik diantara mereka pada masa jahilia adalah yang paling di antara mereka pada masa Isalam , jika mereka memahami.” (HR. Muslim, al-Mukhtasha, 1772).

Selain itu, Rasulullah saw. juga menyerupaka.” orang mukmin dengan pohon kurma.

Dari sini tampak jelas, sekalipun manusia lebih istimewa dibandingkan makhluk-makhluk lainnya, namun mereka sangat rentan untuk terpengaru sifat dan watak makhluk-makhluk lain tersebut.

Hal itu bisa dilihat dari lingkungan di mana mereka Semua Pasti Ada Hikmahnya

.

Dari sini tampak jelas, sekalipun manusia lebih istimewa dibandingkan makhluk-makhluk lainnya, namun mereka sangat rentan untuk terpengaruh sifat dan watak makhluk-makhluk lain tersebut. Hal itu bisa dilihat dari lingkungan di mana mereka

tinggal.

Sebagaimana kata Ibnul Qayyim, saat membicarakan jiwa-jiwa hewaniah:

“Keadaan mereka terlalu hina untuk disebutkan. Keadaan mereka dalam perilaku dan watak berbeda satu dengan yang lainnya, sama seperti perbedaan perilaku dan watak hewan antara yang satu dengan yang lainnya.

Di antaranya ada yang berjiwa kalbiyyah ” anjing’, yang jika ia menemukan bangkai yang cukup untuk makan seribu anjing, niscaya ia akan menguasai dan melindunginya dari seluruh anjing lainnya.

Ada yang berjiwa himariyyah ‘keledai’, yang hanya diciptakan untuk bekerja keras dan makan; setiap kali makanannya bertambah maka bertambah pula kerja kerasnya.

Ada yang berjiwa sib ‘iyyah ‘binatang buas’ yang senangnya hanya bermusuhan dengan orang lain.

Ada juga yang bertabiat seperti babi, ia melewati hal-hal yang baik tapi tidak menghiraukannya.

Ada pula yang bertabiat seperti burung merak, yang hanya bisa berdandan dan berhias dengan bulu-bulunya.” (Diringkas dari Tahdzib Madarij as-Salikin, him. 211-212).

Demikian pula keadaan pohon. Di antaranya ada pohon yang cepat tumbuh besar dan berkembang, tetapi tidak mampu bertahan menghadapi terpaan angin, dan akhirnya tumbang. Demikian itular keadaan orang-orang yang pada lahiriahnya tampan saleh tapi sebenarnya dalam batinnya munafik.

Ada juga pohon yang memerlukan waktu panjang untuk tumbuh menjadi besar. Tetapi setelah tumbuh menjadi besar dan tegak, ia tidak mudah goyah oleh terpaan angin kencang dan halilintar , seperti pohon kurma misalnya. Inilah keadaan oran. mukmin yang sebenarnya.

Demikian pula barang tambang. Di antarany ada orang yang seperti tambang emas dengan kemilauan, kelangkaan, harga yang mahal, kelenturan yang membuatnya mudah dibentuk.

Ada yang menyerupai emas dalam hal luarnya saja, tetapi tidak pada bagian dalam. Ia tidak lain adalah kuningan.

Ada yang menyerupai perak, seperti aluminum , tetapi tidak memiliki spesifikasi perak dalam hal kecepatan sinarnya, mudah dibentuk dan tahan lama.

Demikian pula bunga. Sebagian orang ada yazj tidak memiliki tampang yang elok dengan arona yang wangi, seperti beberapa jenis bunga. Di antara bunga ada yang bentuknya elok dan baunya wangi , tetapi berduri.

Demikian itulah keadaan orang-orang yang pada lahiriahnya tampak saleh tapi sebenarnya dalam batinnya munafik.

Ada juga pohon yang memerlukan waktu panjang untuk tumbuh menjadi besar. Tetapi setelah tumbuh menjadi besar dan tegak, ia tidak mudah goyah oleh terpaan angin kencang dan halilintar, seperti pohon kurma misalnya. Inilah keadaan orang mukmin yang sebenarnya.

Demikian pula barang tambang. Di antaranya ada orang yang seperti tambang emas dengan kemilauan, kelangkaan, harga yang mahal, dan kelenturan yang membuatnya mudah dibentuk.

Ada yang menyerupai emas dalam hal warna luarnya saja, tetapi tidak pada bagian dalam. Ia tidak lain adalah kuningan.

Ada yang menyerupai perak, seperti aluminium, tetapi tidak memiliki spesifikasi perak dalam hal kecepatan sinarnya, mudah dibentuk dan tahan lama.

Demikian pula bunga. Sebagian orang ada yang tidak memiliki tampang yang elok dengan aroma yang wangi, seperti beberapa jenis bunga. Di antara bunga ada yang bentuknya elok dan baunya wangi tetapi berduri. Ada yang tidak memiliki bau harum dan bentuk yang indah, tetapi memiliki khasiat dapat mengobati beberapa penyakit. Ada bunga

Demikian pula halnya makanan. Ada yang manis dan berbau sedap, ada yang asin, ada yang beku dan tidak dapat cair, kecuali dimasukkan ke dalam cairan yang panas, dan ada pula yang sudah cair tanpa dipanaskan. Demikian pula buah-buahan, benda-benda beku dan selainnya. Wallahu a ‘lam


Manusia Ibarat Tambang Emas dan Perak

Manusia Ibarat Tambang Emas dan Perak




Manusia adalah tambang emas dan perak. Yang terpilih (terbaik) saat jahiliah akan menjadi terpilih (terbaik) saat Islam asalkan faqih (memiliki pemahaman yang mendalam tentang ilmu).

Ruh-ruh adalah junud mujannadah, yang saling mengenal akan akrab bersatu dan yang saling bertolak belakang akan berbeda (berpisah).

HR. Muslim
Hadits ini saya dapatkan dalam sebuah buku yang membahas mengenai pendidikan. Disana dikatakan bahwa ini pertanda generasi yang diciptakan Allah memang berbeda-beda sehingga mesti dipahami baik oleh para orang tua maupun pendidik bahwa perbedaan itu pasti ada.

Lalu kenapa memangnya kalo berbeda? Sederhana. Agar kita sadar bahwa cara memperlakukan diri, anak dan orang lain sudah seyogyanya setara tapi tidak sama. Letakkan mereka sesuai tempatnya dengan penyikapan sesuai karakternya tanpa menghilangkan karakter kita sendiri.

Ada emas dan perak disebutkan di awal hadits ini. Keduanya jelas berbeda secara tampilan maupun strukturnya. Jika teman-teman ditanya mana yang lebih baik, emas atau perak? Mungkin sebagian besar akan menjawab “emas”. Ya, saya pun begitu. Maklum, memang saya tinggal di lingkungan yang menghargai emas lebih tinggi. Perak biasanya “hanya” sebagai alternatif pengganti emas meskipun termasuk logam mulia juga sebetulnya.



Jarang yang tahu bahwa perak yang memiliki kode Ag dalam tabel periodik (yang pernah belajar kimia di SMA pasti familiar nih) ini merupakan logam transisi yang memiliki sifat lunak dan dapat menjadi konduktor listrik yang cukup baik. Jadi kalo berbicara tentang penghantar listrik pengganti kawat tembaga, tentu perak jagonya. Perak menghasilkan hambatan yang kecil, membantu mengalirkan arus listrik dengan lebih lancar dan lebih baik. Hambatan yang kecil ini pula penyebab bunga api yang dihasilkan olehnya menjadi lebih besar dan lebih baik untuk proses pembakaran dalam mesin sehingga cocok untuk dijadikan bahan mata busi.

Jadi, emas dan perak masing-masing berharga tinggi jika memang berperan di wilayahnya yang tidak bisa digantikan oleh yang lainnya. Emas di wilayahnya, perak di wilayahnya. Sempurna, penempatannya sesuai.

Hikmah permisalan manusia sebagai tambang emas dan perak

Hadits yang saya tulis di artikel ini dibawakan pada 2 acara yang berbeda. Pertama saat diminta mengisi di reuni sekolahnya teman awal pekan lalu, kedua saat diminta menjadi tamu di acara pengajian rutin perusahaan milik klien. Meski haditsnya sama dan dikaitkan pada hal yang juga sama (yakni membahas mengenai STIFIn) tapi insight yang didapat dari kedua acara tersebut berbeda.

Wajar saja sebab yang pertama segmennya adalah ibu-ibu sehingga fokus pada anak, sementara segmen kedua adalah para karyawan muda dengan rentang usia 20-25 tahun. Demikianlah kemudian saya semakin dibuat takjub dengan betapa universalnya ajaran Islam ini.

Adapun hikmah yang –biidznillah– saya dapat dari hadits ini diantaranya:

1. Istilah tambang pada hadits ini menarik
Mencermati hadits tersebut, saya tertarik dengan istilah “tambang” yang digunakan. Kenapa sih Rasulullah tidak langsung menyebutkan saja bahwa manusia seperti emas dan perak? Kenapa harus ada kata “tambang” mendahului permisalan ini?

Ternyata ada hikmah tersembunyi dari kata tersebut. Tambang, apa sih yang teman-teman bayangkan tentang kata ini?

Ya, tambang adalah sumber pertama emas dan perak, tergantung kita sedang ada di tambang mana.

Apakah di tambang kita menemukan emas langsung tinggal pake atau tinggal jual? Nyatanya tidak. Disana kita hanya mendapati bongkahan-bongkahan batu. Lalu dimana emasnya? Dimana peraknya?

Bagi kita yang awam mungkin mengacuhkan bebatuan ini, menganggapnya ya batu biasa. Sehingga saat ada orang yang paham, membelinya dengan harga “agak tinggi” sebagai batu, ya dijual saja. Begitu diolah ternyata batu itu adalah emas. Harga jualnya? Tentu lebih mahal dari harga batu bukan?

Seketika saat sadar itu adalah tambang emas/perak, kita tidak bisa langsung menjualnya dengan harga yang sangat tinggi. Ada proses yang harus dilalui. Dimulai dari mengenalinya, mengambilnya dari tambang dengan peralatan dan tenaga yang tidak sedikit. Lalu mengangkutnya ke tempat pengolahan untuk menyaring alias memisahkan bijih emas dari unsur lain.

Prosesnya ternyata tidak sampai disana. Setelah itu dilakukan pemurnian alias refining, dihancurkan, diendapkan hingga peleburan. Baru didapat logam emas/perak murni dalam bentuk padatan. Prosesnya panjaaanngg..

2. Kenali potensi terbaik, emas kah atau perak kah?

Yang pertama kali perlu dilakukan untuk menikmati emas adalah temukan, kenali, tambang anda itu termasuk yang mana? Ingat, tidak ada istilah lebih baik dan lebih buruk. Allah menciptakan sesuatu itu tidak pernah sia-sia. Bahkan virus sekalipun, membantu kita memperbaiki dan meningkatkan pengetahuan di bidang kesehatan.



Setelah anda mengenali potensi terbaik anda, emas atau perak kah, maka yang selanjutnya harus anda lakukan adalah gali tambangnya. Ya percuma dong tahu itu tambang emas tapi ga diapa-apain kan? Harus digali, emas ini bisa apa aja, baiknya ditawarkan kemana, bagaimana cara “mengolah”nya dengan baik agar hasilnya maksimal.

3. Sabar hadapi proses

Setelah mengenali potensi terbaik anda, mengenali tambang emas dan perak anda kemudian menggalinya. Lalu apa? Lalu jalankan keseluruhan proses penggemblengannya. Proses pengolahan mentahan emas perak menjadi emas perak yang dihargai tinggi di tempatnya.

Bersabarlah menghadapi proses sejak mengetahui potensi terbaik kita. Mohonlah kekuatan pada Allah agar kita kuat melewati seluruh prosesnya hingga diri ini benar-benar berharga dan bermanfaat untuk sesama: SuksesMulia.



Bertahanlah dengan sakitnya tempaan alat untuk memisahkan bebatuan di tambang, bersabarlah saat melewati perjalanan dari tambang menuju tempat pengolahan. Kuatlah saat sisi terbaik kita diperas, disaring, dimurnikan kemudian kita menghadapi saat diri jatuh seolah hancur, kemudian terdiam seolah sedang diendapkan (sekaligus masa seolah dicuekkan Allah: dimana Allah? Dimana pertolongan Allah?).

Hingga saat sisi kehidupan kita lebur seolah segalanya sudah tak berbentuk. Hingga hadiahnya adalah: potensi terbaik kita benar-benar tampil sebagai dirinya dengan sosok yang tegap, sebuah padatan.

4. Do your best on your field

Usai potensi terbaik kita ini hadir sebagai dirinya yang tegap, maka ia tetap tak berguna jika hanya berada di tempat pengolahan. Ia akan memiliki “nilai jual tinggi” jika keluar dari tempat penempaannya. Menampakkan kilaunya dan berada di tempat yang tepat agar manfaatnya dirasakan semakin banyak orang.



Maka tempalah potensi diri yang telah sekian lama tersembunyi itu, bersabarlah selama proses penempaannya dan bertebaranlah di muka bumi untuk memberikan manfaat pada umat. Lakukan yang terbaik sesuai dengan potensi terbaik kita, di bidang yang sedang jadi amanah saat ini. Dimana pun, kapanpun, do your best.

5. Ruh saling bertemu

Emas akan dipertemukan dengan emas, ia pun akan dipertemukan dengan perak dalam kondisi yang baik dan saling melengkapi. Ibarat puzzle, setiap kita memiliki sisi menonjol sekaligus sisi yang “berlubang”. Maka yakinlah bahwa diri kita dapat menjadi pelengkap teman yang lain, pun sebaliknya. Sehingga setiap kepingan puzzle yang bersatu itu akan membentuk gambaran dan fungsi yang lebih utuh sebagai masyarakat, komunitas atau kumpulan.

Setiap ruh akan saling mengenali ruh yang memiliki frekuensi yang sama. Ketika kita memperbaiki diri, akan dipertemukanNya dengan lingkungan yang serupa bahkan mendukung perbaikan kita. Saat keimanan turun terus, secara disadari atau tidak maka muncullah kejadian dimana secara perlahan kita “terlempar” dari lingkaran kebaikan.



Maka mohonlah pada Allah agar langkah senantiasa dalam kebaikan. Agar penempaan diri senantiasa di jalan kebenaran dan untuk kebermanfaatan. Implementasi atas perintah untuk menjadi sebaik-baik manusia.

Selamat mengenali tambah emas dan perak

Maka mari memposisikan diri, anak dan orang sesuai dengan perannya. Mari memposisikan diri dan orang lain sesuai teritorinya dalam kehidupan. Ada Sensing, Thinking, Intuiting, Feeling, Insting, masing-masing memiliki wilayah terbaiknya sendiri. Dan mereka memiliki caranya sendiri.

Baik emas maupun perak, entah S, T, I, F, ataupun In, yang terpenting adalah menjadi yang paling berkualitas.

Selamat menikmati segala proses perjalanan tempa diri

Manten Kudratul Ainii

manten kut  video Kut